Kamis, 24 Juni 2010

DIRIMU DIHATIKU TAK LEKANG OLEH KESEDIHAN (CERPEN) belum rampung

Ratna adalah seorang anak remaja yang cantik, pandai dan ceria. Dia adalah salah seorang siswa yang berprestasi di sekolahnya. Tetapi, ketika orang tua mereka bercerai Ratna menjadi anak yang pemurung dan sukar untuk berteman.
Ketika Ratna berada didepan pintu rumah neneknya, Ratna mendengar sebuah suara memanggil namanya.
“Ratna…” suara lirih terdengar dari kejauhan.
“Siapa ya?” Ratna mencari-cari suara yang tadi memanggilnya.
Tiba-tiba seorang anak yang memiliki wajah pujat, memakai baju putih agak kotor dan tidak memakai sandal, berdiri dihadapannya. Ratna pun terkejut saat itu.
“Ini ada hadiah untuk kamu.” anak itu menyodorkan sebuah kotak kecil berpita hitam.
“Apa ini?” Tanya Ratna sambil meraih kotak itu.
“Kamu siapa?” lanjutnya menatap anak itu.
“Aku Mailin, bukankah sekarang kamu sedang berulang tahun? Selamat ya, Ratna.” ucap anak itu.
“Iya, memang sekarang aku sedang berulang tahun, tapi... cuma kamu yang ingat dan memberi selamat padaku.” wajah Ratna berubah menjadi muram karena bersedih.
“Jangan bersedih kawan.” Kata anak itu.
“mmm.... karena kamu ingat pada ulang tahunku, maukah kamu menjadi temanku?” Ajak Ratna tersenyum dan menyodorkan tangannya.
“Ya tentu saja. Tapi aku harus segera pergi.” Ujar anak itu. Anak itu pun berlari meninggalkan Ratna. Jabatan tangan Ratna tidak dibalasnya. Ratna pun mengangkat bahunya heran, sambil memasuki rumah neneknya.


***


Keesokan harinya, Ratna hendak pergi ketaman memberi makan ikan-ikan disana. Ketika Ratna membuka pintu rumah, dengan memakai baju yang sama tiba-tiba anak itu berada didepan pintu.
“hah…” Ratna terkejut dengan kedatangan anak itu secara tiba-tiba.
“Kamu mau ketaman ya?” Tanya anak itu.
Ratna menganggukan kepalanya.
“Aku boleh ikut, kan?” Tanya anak itu lagi.
“Ya tentu saja.” Ratna menutup pintu rumahnya, dan mulai berjalan bersama anak itu.

Ketika dikursi samping kolam taman.

“Mailin, apakah kaki kamu tidak kepanasan?” Tanya Ratna sambil menaburi pelet ikan dikolam.
“Hm...” Anak itu melihat kearah Ratna. Sambil mengayun-ayunkan kedua kakinya.
“Iya, apakah kakimu tidak panas, kamukan tidak mengenakan sandal?” Tanya Ratna lagi mengulangi pertanyaannya.
“Aku sudah terbiasa, malah aku tidak bisa mengenakan sandal.” Jawab anak itu.
“Masak sih? Kan cuma dipasang dikaki, terus kita jalan.” Jelas Ratna.
“Iya, tapi tetap saja aku tidak bisa.” Kata anak itu.
Ratna terus memandangi kaki dan kulit anak itu yang putih pucat.
“Rumah kamu dimana, Lin?” Tanya Ratna.
“dua hari lalu seharusnya aku menempati rumah baru. Tetapi, sekarang aku sudah tidak mempunyai rumah lagi.” Jelas anak itu.
“Memangnya orangtuamu kemana?” Tanya Ratna penasaran.
“Sudah ya Ratna, aku harus pergi. Lain kali kita lanjutkan perbincangannya.” Kata anak itu, yang langsung berlari meninggalkan Ratna.



***


Nenek Ratna adalah seorang pengumpul barang-barang bekas. Ketika Ratna sedang membantu neneknya, neneknya membaca koran bekas yang di terbitkan pada dua hari lalu yang ia dapatkan dari seorang pemulung. Yang berisi:
~Telah terjadi kecelakaa di jalan Sri Bungguk. Sebuah mobil terjun ke jurang yang kedalamannya mencapai ± 100 meter. Mobil tersebut sudah dapat diidentifikasi. Diduga, mobil sedan berwarna coklat bernomor polisi X2500MN mengangkut 2 orang penumpang yang diduga bernama Clara Perempuan 30thn, Mailin Perempuan 9thn. Dan 1 orang pengemudi yang diduga bernama Yushin Laki-laki 35thn. Jenazah Yushin dan Clara sudah ditemukan oleh aparat. Sedangkan jenazah yang diduga Meilin belum ditemukan. Hanya sepasang sandal berwarna hijau diduga milik Meilin yang ditemukan. Menurut kerabat mereka Yushin dan keluarga hendak pindah rumah dengan mobil barang yang menyusul. (Bersambung pada hal. 11)~
“Nek, buku-buku ini jangan dijual ya.” Kata Ratna membawa tumpukan-tumpukan buku yang masih bagus.
“Memang untuk apa?” Tanya Nenek sambil melipat Koran yang belum selesai dibacanya.
“Buku-buku ini masih bagus dan Ratna bisa membacanya, Nek. Setelah Ratna selesai membaca, buku ini Ratna ingin sumbangkan ke perpustakaan desa. Siapa tau berguna untuk orang desa disekitar sini.” Kata Ratna bijak.
“Ya sudah, bawa buku-buku ini masuk. Nanti tercampur barang-barang yang akan dijual.”
“Terimakasih ya, Nek.” Ucap Ratna yang berjalan bahagia.


***



‘Krek..’
‘Krek..’
Jendela kamar Ratna bergerak hebat hingga bunyi dernyitan berulang kali terdengar. Angin kencang dengan tiba-tiba memasuki kamar Ratna dan mulai memberantaki kamarnya. Ratna yang tadi tertidur pulas kini terjaga karena suasana yang tidak enak membangunkannya. Ratna panik ketika ia melihat suasana kamarnya penuh angin dan berantakan. Ratna berjalan menuju jendela untuk menutupnya sambil melawan angin yang terus menghantamnya.
“Mailin..” Ratna kaget saat melihat mailin berada di taman sambil tersenyum melambai-lambaikan tangan.
Ratna berlari menuruni tangga menuju taman di depan halaman rumahnya.
”Hai, Ratna.”sapa Mailin.
”kamu ngapain disini?” Ratna berjalan perlahan menuju Mailin dengan tatapan aneh.
”aku mau minta tolong sama kamu.” kata Mailin memelas.
”minta tolong apa?” air muka Ratna berubah menjadi senang.
”kamu mau tidak mengatarkan aku ke jalan Sri Bungguk?” tanya Mailin yang juga tersenyum.
”untuk apa?”
”aku ingin bertemu saudaraku.”
Ratna berfikir sejenak. Bukankah Jalan Sri Bungguk adalah nama jalan yang di kelilingi hutan alas dan jurang. Namun Ratna juga berfikir. Mungkin sekarang di sana sudah banyak pemukiman warga. Karena Ratna juga jarang dan sudah lama tidak pergi kesana.
”boleh. Kapan?” tanya Ratna ramah.
”nanti sore bisa?”
”ya sudah. Nanti sore kamu kerumahku, ya.”


***

Ratna mencari-cari hadiah pemberian dari Mailin. Kotak berwarna abu-abu berpita hitam. Ratna mengobrak-abrik kamarnya. Membuka satu laci ke laci yang lain.
Sepetinya nenek Ratna yang sudah mulai pikun mendengar keributan di kamar cucunya. Nenek Ratna pun beranjak dari kursinya dan menemui Ratna.
“Ratna. Ada apa ini?” Nenek Ratna kaget melihat kamar Ratna berantakan.
”Nek, apakah Nenek melihat kotak kecil berwarna abu-abu berisi kalung hati berwarna merah?” tanya Ratna panik.
”tidak. Nenek tidak lihat. Memang kamu simpan dimana?”
”di sini, Nek.” kata Ratna sambil menunjuk sebuah laci. Akhirnya nenek Ratna pun membantu mencari benda yang di maksud cucunya.

***
oleh dita julia ningsih

Selasa, 22 Juni 2010

Déjà vu (cerpen)

Aku berjalan menyusuri sebuah lorong yang asing untukku. Dirumahku sendiri. Lebih tepatnya, dirumah turun temurun keluargaku. Rumah yang sudah berdiri sejak dahulu. Empat puluh tahun lalu. Mungkin sebelum itu.
Aku melihat sebuah pintu yang sudah sangat kusam, dengan debu yang sudah menghitam. Kubuka perlahan pintu itu. Terdengar suara dernyitan pintu yang sangat tajam. Kumulai mencari sakelar lampu. dan “Ketemu.” Lampu di ruangan itu tidak langsung hidup. Tetapi, mati dan hidup berulang kali. Seperti sudah lama tidak dinyalakan.
Kutapaki lantai ruangan yang sudah sangat berdebu. Debunya berhamburan ketika salah satu kakiku mengangkat. Begitu seterusnya hingga aku berhenti di hadapan sebuah peti kayu seperti peti harta karun.
Aku berjongkok untuk meraih petinya. Ku usap perlahan debu yang ada dipeti kayu itu. Terlihat ukiran naga yang sangat indah pada peti itu. Perlahan kubuka petinya. Terdapat sebuah kotak terbuat dari kayu dengan ukiran yang sama dengan peti tersebut. Dan sebuah surat. Surat itu bertuliskan. “Buka kotak dan tekanlah tombol merah.” Ku ambil kotak dan mulai membukanya. Terlihat Sebuah tombol merah yang kemudian kutekan.
Kotak itu bergetar hebat. Ku tak dapat memegangnya lagi. Kotak itu pun terpental dari tanganku. Dari kotak yang bergetar itu, mulai muncul kabut asap berwarna putih. Aku bergeser mundur ketakutan. Kotaknya berubah menjadi pusaran kabut yang membentuk wajah kakekku.
“ Tita cucuku tersayang.” dengan wajah merasa bersalah.
”Maafkan kakek yang harus membuatmu susah. Kakek benar-benar harus memintamu untuk menyelamatkan kami semua. Hanya kamu yang dapat menyelamatkan kami, keluargamu, Tita.”
”Kenapa harus aku?” tanyaku pada pusaran itu.
”Ya, harus kamu Tita. Karena kakek melihatmu ketika kami berada dijaman reinkarnasi. Bersama seorang pria menyelamatkan kami semua. Walau hanya sekilas, tetapi kakek yakin itu kamu. Kami berada pada zaman yang salah. Kami disandera dan akan dibunuh oleh makhluk ompa lompa. Maka tolonglah kami. Jika kamu tidak menolong kami. Sesungguhnya kamu telah meniadakan dirimu sendiri.”
”Lalu apa yang harus kulakukan.” tiba-tiba pusaran kabut yang membentuk wajah kakek menghilang dan berubah menjadi sekumpulan cahaya warna-warni.
”Jika kamu sudah siap. Dengan perlahan-lahan kamu masuki cahaya itu.” kata suara kakek diruang udara.
Aku berfikir sejenak. Sanggupkah aku menjalani semua ini. Namun apapun yang terjadi. Aku harus menyelamatkan keluargaku dan diriku sendiri.
Tekatku sudah bulat. Perlahan aku bangun menghampiri cahaya itu. Tetapi sebelum aku memasuki cahaya itu aku tertarik oleh gaya dari cahaya itu dan aku tak sanggup menahannya.
***

”Aduh.” aku merasakan badanku terjatuh dari suatu tempat ketempat yang keras.
Dengan perasaan kagum aku melihat pemandangan di sekelilingku.
”It`s so beautiful.” Pemandang dihadapan ku bagai pemandangan di negeri dongeng. Pepohonan disini bukan hanya berwarna hijau. Tapi berwarna-warni. Seperti merah, kuning dan biru. ”Sebenarnya tempat apa ini?” tanyaku pada diriku sendiri ketika aku melihat seekor tupai terbang dengan sayapnya sendiri.
”Ya tuhan, aku berada diatas bukit! Bajuku?” baru kusadari aku sedang berada diatas bukit dan memakai baju seperti gaun cinderella, tapi tidak bagus dan berwarna gelap. Melihat kebawah aku tak sanggup. Bukitnya sangat curam. Aku memang benar-benar berada di atas bukit. Sesuatu yang jauh diatas langit mulai mendekatiku.
Ternyata seekor burung Elang raksasa menghampiriku. Dan mencengkram ku dengan kuku-kuku cakarnya. Membawaku terbang ke angkasa.
Walaupun dengan perasaan takut, tapi sejujurnya aku menikmati terbang diangkasa bersama burung Elang raksasa ini.
Burung Elang ini memang baik. Dia menurunkan ku dihutan di bawah bukit.
”terimakasih ya burung.” ucapku, dan bergegas berjalan meninggalkan burung Elang raksasa itu.
”iya. Tak apa.”
”Seekor burung bicara?” aku menoleh kembali pada burung itu. Tapi burung Elang itu sudah pergi.
”Dunia yang aneh.” gumamku sambil kembali berjalan menyusuri hutan.
Aku terus diperlihatkan sesuatu yang sangat membuatku terheran-heran. Mulai dari gajah berkaki dua. Sampai ulat yang mempunyai empat kaki. Sungguh diluar fantasi yang tidak pernah aku fikirkan.
Aku melihat suatu buah berbentuk bunga tulip pada sebuah pohon yang rindang. Ketika aku mengambil buah itu. Tiba-tiba buah itu menjadi panjang dan berubah menjadi ular.
”Aaaaaaaaaaaaaaa,,,”
’Srekh’
Seketika menjadi hening.
Dengan perlahan aku membuka mata dan beranjak melihat dari bawah, keatas.
Kumelihat kepala ular tadi tergeletak diatas tanah dengan darah berwarna biru, dan sebilah pedang berdarah yang digenggam. Digenggam tangan. Tangan, seseorang.
Aku terkejut dan mundur beberapa langkah setelah aku myadari seseorang berdiri dihadapanku dengan membawa pedang.
”Si.... si... siapa kamu?” tanya ku takut.
”kamu gak usah takut. Harusnya kamu berterimakasih sama aku.” kata orang tersebut dengan wajah ceria dan senyum manisnya.
”i...i..iya sudah. Terima kasih. Hm.. tapi kamu siapa?”
”perkenalkan aku Eithan. Kamu?” jawab orang itu sambil menyodorkan tangannya.
”Aku Tita.” jawabku, tanpa menyambut tangan Eithan.
Eithan pun menarik kembali tangannya dan mengangkat bahu. Bingung.
”Disini berbahaya. Jangan mengambil sesuatu sembarangan.” kata Eithan sambil meninggalkanku.
”Eithan, tunggu.”
Eithan kembali menghadapku dan menungguku bicara.
”hm... aku... aku... mau ikut sama kamu.”
Eithan pun kembali berjalan.
”Eithan.”
”ada apa lagi?” kata Eithan menoleh malas.
”kamu gak denger apa?”
”kamu mau ikut?”
”iyaaaaa...”
”kalau kamu mau ikut. Ikuti saja aku. Dan jangan banyak komentar.” Eithan pun kembali berjalan. Aku pun mengikuti Eithan dan berjalan menyamakan langkahnya.
”memang kamu mau kemana di hutan terlarang sendirian?” tanya Eithan tanpa menolehkan pandangannya sedikitpun. Dia tetap berpandangan lurus.
”Aku... aku mau menemui kelurgaku.” jawabku susah karena harus melilipat-lipat gaun yang panjangnya menutupi kaki yang terus melorot untuk bisa menyamai langkah Eithan yang panjang-panjang.
”Memang keluarga kamu ada dimana?”
”Aku juga tidak tahu.”
Eithan menghentikan langkahnya dan menatapku.
”Crazy.”
”Apa? Kamu bilang aku gila?”
”menurut kamu?”
Memang benar, aku memang seperti orang gila. Mencari kelurgaku yang entah ada dimana. Aku tertunduk lemas. Aku baru saja menyadari sesuatu yang tadi kulupa, tujuan sebenarnya aku ada disini. Menolong keluargaku dan diriku sendiri.
Sesuatu telah membasahi pipiku. Air mata bergantian mengalir dari mataku, menjadi semakin deras.
”Ta? Kamu kenapa?” Eithan metapku yang sedang menangis.
”Aku harus menyelamatkan keluargaku dari ompa lompa. Tapi siapa ompa lompa? Bagaimana aku melawannya? Apakah aku bisa? Kenapa semua ini terjadi?” aku medongak melihat Eithan yang menatapku.
Eithan merengkuh bahuku dengan kedua tangannya.
”Tita dengar aku. Aku tahu siapa ompa lompa. Dan aku punya cara bagaimana menghadapinya. Kita pasti bisa mengalahkan ompa lompa.” Eithan menatapku penuh harapan.
”Kita?”
”Iya, kita. Kau dan aku.” Eithan tersenyum manis. Sekali lagi dia memberiku harapan.
”Sekarang kita harus menemui ompa lompa. Karena seluruh keluargaku juga di sandera oleh ompa lompa.” kata Eithan sambil melepaskan tangannya.
”Kita harus cepat.” Eithan mulai berjalan.
”Tapi. Ini.” aku menunjuk bagian bawah gaunku yang membutku kesulitan berjalan.
’srengkh’ pegangi gaunnya.
’breeeeek’ ’breeek’
Eithan mengeluarkan pedangnya dan merobek bagian bawah sisi depan dan samping gaunku.
”Terimakasih.”
Eithan menganggukan kepalanya memberi isyarat agar aku segera berlari.

***

”Kita sudah sampai.” kata Eithan.
Aku memutar badanku untuk melihat sekeliling dimana tempat ku berdiri sekarang dan merasakan apa yang sebenarnya terjadi.
”Eithan. Inikah tempat ompa lompa itu?
”Ya. Ayo.” Aku dan Eithan memasuki gua berwarna hijau seperti gabungan batu safir. Gua itu dikelilingi batu gajah seperti patung Ghanesa.
“Dimana ompa lompa.” Suara yang ku ucapkan menggema di dalam gua.
”Sttt....”
”Eithan.” tanganku ku letakan di bahu Eithan. Tetapi Eithan menghempaskanya. Kurasakan seluruh emosi berpusat di jariku. Dan,
”Eithan.”
’zztt... bruuuug bruuug’
Cahaya merah seperti laser yang keluar dari jari telunjukku menghancurkan batu-batuan di langit-langit gua.
”Apa itu?” tanya Eithan kaget.
”Aku juga tidak tahu.”
Segerombol makhluk berwarna emas dengan tinggi setengah dari tubuhku, membawa kampak dan belati masuk dari luar gua.
Aku dan Eithan sontak menjadi kaget.
”Tita, kamu segera kedalam gua menyelamatkan keluarga kita dengan kekuatan mu. Tapi ingat, jangan sampai mereka melihat kamu dengan jelas. Karena kita bisa musnah dalam sekejap.”
”Baik”
Aku segera masuk kedalam gua. Sebelum aku benar-benar meninggalkan Eithan, aku melihat Eithan kembali dalam suasana genting dengan pedangnya melawan makhluk ompa lompa.
Aku berlari menyusuri gua. Aku melihat bayangan didinding gua. Banyak orang-orang yang ditawan oleh ompa lumpa.
Aku melihat Kakek dengan tangan terikat. Aku mencoba kekuatan laser yang tadi muncul dari tanganku. Tapi tidak bisa. Aku terus mencoba. Aku melihat kakek yang sepertinya sudah menyadari adanya aku. Secepat mungkin aku sembunyi dan terus mencoba kekuatanku.
”Tita.”
”Eithan.” aku melihat Eithan yang sudah ada di sampingku.
”Sudah bisa?”
”Belum. Kekuatan ku belum bisa aku gunakan lagi.”
”Ayo lekas. Karena Raja ompa lompa akan segera datang.” jelas Eithan panik.
”Bagaimana dengan pedang mu? Kita bisa menggunakan pedangmu untuk menolong mereka?”
”Pedangku dilelehkan oleh makhluk ompa lompa yang kekuatannya dapat melelehkan besi.”
”Lalu, apa yang harus kita perbuat?”
”Kita harus menemukan sesuatu yang dapat membuat tangan mu dapat mengeluarkan laser lagi.”
Aku berfikir keras apa yang tadi aku lakukan sehingga dapat mengeluarkan laser itu dari jari telunjukku.
”Di ayunkan.” aku menggumam.
”Apa?”
”Eithan bisa berbalik?” aku meletakan tanganku di atas bahu Eithan dan mengayunkanya.
’zztt..ztt’
”Ayo” kata Eithan.
Aku mengarahkan laser dari tanganku kepada tali yang mengikat tangan kakek.
”Berhasil” teriakku girang.
’brug..brug..’
Gua berguncang hebat. Guncangan sangat kuat hingga batu kecil langit-langit gua runtuh. Aku mengintip Kakek sedang membantu orang-orang membuka tali yang mengikat mereka.
”Raja ompa lompa. Ayo kita pergi.” Eithan menarik tanganku. Aku juga menarik tangan Eithan kebelakang.
”Kita harus mencegah dia datang kesini. Karena mereka belum selesai membuka tali.”
”Ya kamu benar.”
”Aku punya ide.” bisikku.


***

Sesosok raksasa berwarna emas membawa boomber berduri berdiri dihadapan kami. Mulai berlari menyerang tapi langkahnya terhenti ketika batu safir hijau dari langit-langit gua yang runtuh tadi dibuat oleh laser menjadi cairan panas dan terkena tepat dimukanya. Batu-batu cair itu terus kami arahkan padanya hingga dia meledak dan menjadi kepingan emas.
Setelah menjadi kepingan emas. Aku dan Eithan meletakan kepingan emas itu di dalam gua pada daerah yang berpencar-pencar agar tidak dapat berkumpul kembali. Dan aku melelehkan gua itu agar membeku bersama kepingan emas-emas tadi.
Aku dan Eithan menatap semua itu dengan rasa bahagia sekaligus bangga.
”kita harus kembali.” kata Eithan berbisik.
”Eithan, aku merasa kalau aku sedang mengalami Deja vu.” kataku sambil menatap mata Eithan.
”memang kamu mengalami deja vu peristiwa yang mana?”
”Ini semua.” ucapku menerawang dengan pandangan kosong.
”berarti aku juga?” kata Eithan menggoda sambil menyikut lenganku mesra.
”iya, Eithan. Kamu juga.”
”kita harus segera pergi. Kita jangan sampai telat.” Eithan menarik tanganku dan mengajakku berlari.
Aku dan Eithan berdri di hadapan sebuah tebing raksasa. Dan tiba-tiba mucul sebuah lubang hitam raksasa menarikku dan Eithan secara tiba-tiba.

****
Ternyata lubang tadi membawaku ke rumahku sendiri. Lebih tepatnya ke kamar mandi. Tanpa Eithan.
”Tita, Tita..” panggil Mami dari luar.
”ya, Mi.” sautku panik dan bingung.
”Cepat ya. Ada Eithan nungguin kamu.”
”iya, Mi. Sebentar.”
”cepat yaaaah!.”
”iyah. Mami kenal Eithan?” gumamku dalam hati.
Aku keluar dari kamar mandi.
”Ada Eithan tuh di ruang tamu.” kata Mami kemudian pergi ke dapur.
”Hai, Than.” sapaku sambil menghampiri Eithan.
”Hai juga.” kata Eithan sambil berdiri ketika melihatku.
”Eithan, benarkan kita tadi ada di hutan dan mengalami deja vu tentang ompa lom...” belum sempat aku meneruskan kata, Eithan menyuruhku diam.
”Sttt.... aku tahu. Aku mau tidak ada orang yang menyadari deja vu ompa lompa selain kita.” bisik Eithan.
”kok. Kamu bisa ada dirumahku? Kenapa Mamiku mengenalmu?”
“tiba-tiba aku ada di depan rumahmu. Mungkin setelah kita menyelesaikan ini kita adalah teman. Dan sebelum kamu menjadi temanku berarti kita belum menyelesaikan semua ini.” jawab Eithan.
”ya, aku mengerti. Berarti kita telah merubah keadaan yang harusnya memang terjadi.”
”ya, seperti itulah.” kata Eithan singkat.

Sekarang ruangan penghubung itu aku minta untuk dihancurkan. Dengan alasan aku ingin mempunyai kolam renang, alasan yang sebenarnya adalah, agar keluargaku tidak perlu menyadari aku mengalami de javu ompa lompa dan tahu kejadian ompa lompa.
Aku dan Eithan bisa berteman sekarang karena,, aku juga tidak tahu dari mana aku bisa berteman dengan Eithan. Semuanya terjadi dan terselesaikan dengan cara yang tidak masuk akal. Akan tetapi semuanya memang benar terjadi.

****


oleh
DIta Julia Ningsih

Senin, 21 Juni 2010

KOMODO akan menjadi NEW 7 WONDERS

dukung pulau komodo untuk jadi 7 keajaiban dunia..
caranya..
1. kunjungi http://www.new7wonders.com
2. buat akun untuk memilih.
* step pertama kita nentuin 7 finalis dari beberapa finalis 7 keajaiban dunia yang akan kita vote.
pastiin kita sudah memilih pulau komodo. berarti kita memilih 6 finalis lagi.
tips : 6 finalis yang akan kita pilih, pastiin menurut kita finalis-finalis itu tidak terkenal.
kalau bisa, 6 finalis itu jangan dari negara yang termasuk negara pemakai internet terbesar.
dan jangan pula yang penduduknya banyak.
bisa menang cepet kalau gitu.
satu lagi. kalau mau janjian vote bareng temen2. pilih finalis-nya beda2 ya...
jangan yang sama.
*step selanjutnya cuma ngisi biodata untuk akun kita.
jangan lupa gabung di facebook http://www.facebook.com/New7WondersofNature
dan ajak teman2 yang lain yaaaaaaaahhh...

cukup sekian.
terimakasih untuk yang sudah mau baca.
sanga-sangat terimakasih untuk yang mau dukung komodo sebagai new7wonders.
sampai jumpa.

dita :)